Gerai Dinar Palembang merupakan agen penjualan dinar di Palembang
Attn : Hengki Irawan/Dian Oktaria
Alamat : Jalan Sultan M. Mansyur No. 889 / 327 Bukit Lama Palembang
Telpon : 0711 441553 / 085273437154 / 085383853521
WA : 081382111910
Email : hengkiirawan2013@yahoo.com / hengkiirawan2001@gmail.com /antaria1910@yahoo.co.id
http://www.geraidinar.com/
Disruption Theory
- Kategori : Entrepreneurship
- Published on Monday, 27 August 2018 07:44
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Isaac Newton konon pernah berteori '...beri aku tempat di luar bumi untuk berpijak, maka aku akan bisa memindahkan bumi dari tempatnya semula...'.
Dia memang tidak bisa membuktikan teorinya ini, tetapi karyanya menjadi
dasar dalam perhitungan hampir semua peralatan dan mesin penggerak
modern - bahkan namanya diabadikan dalam satuan gaya atau force N=
Newton. Saya bukan hendak membahas teori fisika yang njlimet ini, tetapi
folosofi yang sama untuk gaya dan daya yang dibutuhkan untuk perubahan
besar.
Newton yang hendak memindahkan bumi dari tempatnya tersebut, secara teori dapat dilakukan dengan ilustrasi berikut :
Bila
bisa dibuat tuas pengungkit (lever) yang begitu panjang sehingga bulan
bisa dijadikan sebagai ganjal (fulcrum)-nya, bumi di ujung bagian tuas
yang pendek dan Newton berdiri di ujung bagian tuas yang panjang - maka
dia bisa mengungkit bumi dari tempat dia berdiri. Tetapi tentu ini hanya
joke karena tuas tersebut harus begitu panjang sampai menjangkau di
luar tata surya kita.
Yang
saya ambil dari teori ini adalah filosofi perubahan besar yang bisa
dilakukan oleh orang-orang yang kecil seperti kita-kita ini - yang dalam
bahasa startup disebut disruption. Perhatikan ilustrasi di atas
khususnya formula ke 4 yaitu W = m.a.d.
Kita
akan dapat memiliki disruptive power atau daya yang dibutuhkan untuk
mampu melakukan perbahan besar (W) bila kita ada massa - sesuatu hasil
karya yang berbobot atau berkwalitas (m), ada percepatan penyebarannya
atau bahasa sekarang percepatan viral-nya (a), dan ada jangkauan atau
cakupan penggunaan atau manfaat yang luas (d).
Nah sekarang formula W=m.a.d
atau yang saya sebut Disruption Theory ini bisa diaplikasikan terhadap
perbagai perubahan besar yang kita inginkan untuk terjadi. Bisa untuk
dunia politik, bisnis, lingkungan, public services, keamanan dunia dlsb.
Di
dunia politik misalnya, tahun depan adalah tahun pesta demokrasi yang
massive baik legislatif maupun eksekutif, daerah maupun pusat. Semua
kecap no 1, semua kandidat merasa dialah yang paling baik. Kita yang
dijadikan target pasar para politikus untuk menjajakan barag
dagangannya, tidak perlu Baper yang mengganggu silaturahim antar sesama -
cukup menilai para kandidat dengan formula W=m.a.d tersebut di atas.
Pertama
adalah apakah para kandidat tersebut memiliki track record karya yang
berkwalitas di bidang perubahan besar yang dia janjikan, kedua adalah
apakah karya tersebut dapat terakselerasi penyebarannya, dan apakah
manfaat dari karya tersebut akan dapat dirasakan oleh rakyat secara
luas. Kalau perlu masing-masing diberi angka, sehingga pilihan kita
tinggal mengalikan antara m, a dan d dari masing-masing kandidat.
Aplikasi
formula di dunia usaha bisa banyak kita lihat dari model-model bisnis
yang disruptive dalam daswarsa terakhir. Google, Facebook, Whatsup,
Twitter dlsb. mengapa mereka begitu dominan merubah peradaban dunia ?
yang memang karya mereka berkwalitas (m) - Anda yang sudah
menggunakannya , tidak bisa berhenti menggunakannya. Karya mereka
menyebar terakselerasi sangat cepat (a) dan manfaatnya-pun memang
dirasakan oleh masyarakat di seluruh dunia (d) - well tentu juga
termasuk dampat mudharat-nya.
Formula
yang sama seharusnya bisa kita gunakan untuk memperbaiki lingkungan
kehidupan yang rusak di bumi ini. Tinggal yang dibutuhkan adalah contoh
karya yang bener-bener bagus dan efektif mengatasi masalah yang ada (m),
kemudian dapat di-viral-kan dengan cepat (a) dan contoh tersebut bisa
diaplikasikan seluas mungkin di seluruh dunia (d).
Bila
ini dapat dilakukan, maka teori Isaac Newton tersebut di atas akan bisa
dibuktikan. Bukan untuk mengungkit atau memindahkan bumi dari tempatnya
semula, tetapi justru untuk mengembalikan bumi ke dalam keseimbangan
alam semesta yang semula.
Bahwa
manusia kecil ini bisa mengganggu keseimbangan alam semesta, beritanya
sudah turun dari Sang Maha Pencipta langsung. Di surat Ar-Rahman ayat 8
Allah berfirman : " Agar kamu jangan merusak keseimbangan itu ". Tetapi tugas untuk menjaga keseimbangan ini-pun diserahkan kepada manusia ini, di ayat selanjutnya Ar-Rahman ayat 9 : " Dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan kamu jangan mengurangi keseimbangan itu".
Maka
bila Newton berteori bisa mengungkit atau memindahkan bumi dari
tempatnya semula, kita bukan hanya berteori - kita benar-benar
berpeluang untuk dapat menjaga bumi agar tetap seimbang di tempatnya
semula - di alam semesta yang sangat besar dan terus membesar sejak
peristiwa big bang belasan milyar tahun silam. Inipun dikabarkan di
Surat
Ar-Rahman ayat 7 : " Dan langit telah ditinggikanNya dan Dia ciptakan keseimbangan ".
Lantas
bagaimana manusia makhluk yang sangat kecil ini dapat berperan dalam
menegakkan keseimbangan di alam semesta yang amat sangat besar tersebut
di atas ? kembali ke formula W=m.a.d tersebut di atas.
Kita
harus bisa memiliki karya yang bener-bener bagus - amal saleh yang Dia
ridlo atasnya (m), maka Dia pula yang akan 'mem-viral-kan'nya di antara
para malaikatNya - bahwa si fulan telah berbuat kebaikan ini dan itu -
maka viral-lah karya itu diantara para malaikat (a). Lantas apa 'd'-nya ?
kembali ke ilustrasi di atas, 'd' adalah distance - jarak atau tempat
berpijak atau sesuatu yang berada pada tempatnya.
Menempatkan
sesuatu pada tempatnya ini adalah pengertian adil, itulah sebabnya
mengapa tugas menegakkan keseimbangan di alam semesta tersebut hanya
bisa dilakukan dengan keadilan (QS 55:9) di atas. Responsible
Consumption and Production (SDGs no 12) adalah salah satu contoh kecil
dari sikap adil di alam, tetapi inti dari keseimbangan di alam akan
tercapai bila manusia berbuat baik atau amal saleh yang kemudian diikuti
oleh orang lain berbuat yang baik pula - viral dan dia berlaku adil.
InsyaAllah
PILIHAN INVESTASI EMAS
KOIN EMAS, EMAS LANTAKAN ATAU EMAS PERHIASAN
Ketiga-tiganya tentu memiliki kesamaan karena bahannya memang sama. Kesamaan tersebut terletak pada keunggulan investasi tiga bentuk emas ini yaitu semuanya memiliki nilai nyata (tangible), senilai benda fisiknya (intrinsic) dan dan nilai yang melekat/bawaan pada benda itu (innate). Ketiga keunggulan nilai ini tidak dimiliki oleh investasi bentuk lain seperti saham, surat berharga dan uang kertas. Default value (nilai asal) dari investasi emas tinggi – kalau tidak ada campur tangan berbagai pihak dengan kepentingannya sendiri-sendiri otomatis nilai emas akan kembali ke nilai yang sesungguhnya – yang memang tinggi. Sebaliknya default value (nilai) uang kertas, saham, surat berharga mendekati nol , karena kalau ada kegagalan dari pihak yang mengeluarkannya untuk menunaikan kewajibannya –uang kertas, saham dan surat berharga menjadi hanya senilai kayu
Nah sekarang sama-sama investasi emas, mana yang kita pilih ? Koin Emas, Emas Lantakan atau Perhiasan ? Disini saya berikan perbandingannya saja yang semoga objektif sehingga pembaca bisa memilih sendiri - Agar keputusan Anda tidak terpengaruh oleh pendapat saya – karena kalau pendapat saya tentu ke Dinar karena inilah yang saya masyarakatkan.
Kelebihan Dinar :
1. Memiliki sifat unit account ; mudah dijumlahkan dan dibagi. Kalau kita punya 100 Dinar – hari ini mau kita pakai 5 Dinar maka tinggal dilepas yang 5 Dinar dan di simpan yang 95 Dinar.
2. Sangat liquid untuk diperjual belikan karena kemudahan dibagi dan dijumlahkan di atas.
3. Memiliki nilai da’wah tinggi karena sosialisasi Dinar akan mendorong sosialisasi syariat Islam itu sendiri. Nishab Zakat misalnya ditentukan dengan Dinar atau Dirham - umat akan sulit menghitung zakat dengan benar apabila tidak mengetahui Dinar dan Dirham ini.
4. Nilai Jual kembali tinggi, mengikuti perkembangan harga emas internasional; hanya dengan dikurangkan biaya administrasi dan penjualan sekitar 4% dari harga pasar. Jadi kalau sepanjang tahun lalu Dinar mengalami kenaikan 31 %, maka setelah dipotong biaya 4 % tersebut hasil investasi kita masih sekitar 27%.
5. Mudah diperjual belikan sesama pengguna karena tidak ada kendala model dan ukuran.
Kelemahan Dinar :
1. Di Indonesia masih dianggap perhiasan, penjual terkena PPN 10% (Sesuai KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83/KMK.03/2002 bisa diperhitungkan secara netto antara pajak keluaran dan pajak masukan toko emas maka yang harus dibayar ‘toko emas’ penjual Dinar adalah 2%).
2. Ongkos cetak masih relatif tinggi yaitu berkisar antara 3% - 5 % dari nilai barang tergantung dari jumlah pesanan.
Kelebihan Emas Lantakan :
1. Tidak terkena PPN
2. Apabila yang kita beli dalam unit 1 kiloan – tidak terkena biaya cetak
3. Nilai jual kembali tinggi.
Kelemahan Emas Lantakan :
1. Tidak fleksibel; kalau kita simpan emas 1 kg, kemudian kita butuhkan 10 gram untuk keperluan tunai – tidak mudah untuk dipotong. Artinya harus dijual dahulu yang 1 kg, digunakan sebagian tunai – sebagian dibelikan lagi dalam unit yang lebih kecil – maka akan ada kehilangan biaya penjualan/adiminstrasi yang beberapa kali.
2. Kalau yang kita simpan unit kecil seperti unit 1 gram, 5 gram, 10 gram – maka biaya cetaknya akan cukup tinggi.3. Tidak mudah diperjual belikan sesama pengguna karena adanya kendala ukuran. Pengguna yang butuh 100 gram, dia tidak akan tertarik membeli dari pengguna lain yang mempunyai kumpulan 10 gram-an. Pengguna yang akan menjual 100 gram tidak bisa menjual ke dua orang yang masing-masing butuh 50 gram dst.
Kelebihan Emas Perhiasan :
1. Selain untuk investasi, dapat digunakan untuk keperluan lain – dipakai sebagai perhiasan.Kelemahan Perhaiasn :
1. Biaya produksi tinggi
2. Terkena PPN
3. Tidak mudah diperjual belikan sesama pengguna karena kendala model dan ukuran.
Dari perbandingan-perbandingan tersebut, kita bisa memilih sendiri bentuk investasi emas yang mana yang paling tepat untuk kita. Wallahu A'lam.
by M. Iqbal (www.geraidinar.com)
Water Crisis in Best Islands of the World
- Kategori : Entrepreneurship
- Published on Sunday, 19 August 2018 15:17
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Publikasi
terkemuka industri wisata dunia Travel+Leisure bulan lalu menyajikan
pilihan para pembacanya untuk pulau-pulau terbaik di dunia. Top three
dari 15 pulau terbaik dunia, ketiganya adalah pulau-pulau di Indonesia
yang berdampingan satu sama lain yaitu no 1 Jawa, no 2 Bali dan no 3
Lombok. Ini kesempatan Indonesia untuk mempromosikan industri pariwisatanya
secara massif, namun lebih dari itu - ini juga kesempatan bagi kita
semua untuk menyadarkan dunia akan isu lingkungan wa bil khusus -
masalah ketersediaan air bersih untuk kelangsungan kehidupan kita di
bumi ini.
Selama
setengah abat terakhir, sumber daya air - renewable internal freshwater
resources - di Indonesia menurut data Bank Dunia turun dari angka 21
ribuan meter kubik per kapita, angka itu kini tinggal di kisaran
7,000-an.
Angka
tersebut sebenarnya masih cukup tinggi. namun masalahnya sekitar 60%
penduduk Indonesia justru tinggal di tiga pulau terbaik tersebut di atas
yaitu Jawa, Bali dan Lombok - dimana sumber daya air yang tersedia
hanya sekitar 4% dari seluruh sumber daya air tawar yang ada di
Indonesia.
Bayangkan
sekarang, 60 % penduduk Indonesia atau sekitar 160 juta penduduk yang
masing-masing hanya ada cadangan air tawar di kisaran 500-an meter kubik
per kepala - dan angka ini terus menurun - di tengah jumlah penduduk di
tiga pulau tersebut justru mengalami peningkatan yang paling tinggi
oleh sebab kelahiran plus arus urbanisasi.
Penurunan
cadangan air tawar terus menerus terjadi karena kerusakan daerah aliran
sungai, degradasi lingkungan, berkurangnya daerah resapan air hujan,
tingginya tingkat pencemaran dan yang tidak kalah menyedihkannya adalah
rendahnya budaya sadar lingkungan - khususnya kesadaran untuk menghemat
dan menjaga kelangsungan ketersediaan air untuk kita semua.
Rendahnya
budaya sadar lingkungan khususnya air ini tidak hanya melanda individu,
tetapi juga korporasi. Di bukit tempat kami ber-exercise secara
kecil-kecilan dalam beberapa hektar saja - cikal bakal dari Biosphore
Project, menanam berbagai jenis pepohonan jangka panjang untuk
menyelamatkan air dan udara - di bawah bukitnya secara sangat massif
dalam skala ribuan hektar seluruh pohon diratakan dengan tanah - untuk
alasan pembangunan perumahan. Inilah miniatur dari kita, amat kecil
kekuatan untuk menanam itu dibangdingkan dengan kekuatan besar yang
menebangnya !
Dampak
dari ini semua, kini sekitar 77 % kabupaten atau kota di tiga pulau
tersebut telah mengalami defisit air antara 1 bulan sampai 8 bulan
setiap tahunnya. Lima tahun menjelang target SDG no 6 yaitu semua
penduduk di dunia harus punya akses terhadap air bersih dan sanitasi
(2030), tepatnya pada tahun
2025 diperkirakan penduduk di 78.4 % kabupaten dan kota di pulau-pulau
terbaik tersebut justru mengalami defisit air dari satu bulan sampai 12
bulan. Daerah yang mengalami defisit air 12 bulan setiap tahunnya
berarti telah mengalami defisit air secara permanen !
Lantas
apa yang dapat kita lakukan di tengah crisis air yang sangat imminent
tersebut ?, pertama yang jelas semua penyebab penurunan sumber daya air
tawar tesebut harus dihentikan, harus ada kebijakan pemerintah yang
tegas untuk ini.
Kedua
harus ada upaya me-recover sumber daya air tersebut semaksimal mungkin
yang bisa kita lakukan. Project 'O' atau Offset dari Biosphere dengan
gerakan menanam bambu secara massif adalah salah satu upaya minimal yang
bisa kita lakukan untuk menyelamatkan air untuk kehidupan ini.
Sebagaimana
pusat krisis air utamanya di Jawa, Bali dan Lombok atau Nusa Tenggara
secara keseluruhan - maka Biosphere Project juga akan menyasar
pulau-pulau terbaik ini sebagai target area yang akan di-recover sumber
daya airnya lebih dahulu.
Gerakan
ini nantinya bisa diikuti oleh sponsor/investor pribadi setelah
semuanya siap, untuk saat ini yang kami buka dahulu adalah kesempatan
korporasi atau institusi yang concern terhadap lingkungan - Anda sudah
dapat berkomunikasi dengan kami lebih dahulu bila berminat.
Di
dunia startup, problem besar identik dengan peluang besar - maka bagi
para startupers bila startup Anda melirik environment impact sebagai
targetnya - Anda juga sudah dapat berkomunikasi dengan kami untuk
kemungkinan kolaborasinya. InsyaAllah.
Currency Risk, More Then Earthquake Risk !
- Kategori : Entrepreneurship
- Published on Friday, 12 August 2016 07:37
- Oleh : Muhaimin Iqbal
Saat
ini kita menggunakan Rupiah, Dollar, Euro, Riyal dlsb. dan mengira
itulah uang. Apa yang kita kenal sebagai uang ini sesungguhnya hanyalah
currency atau alat tukar sesaat. Untuk menjadi uang yang sesungguhnya,
sesuatu itu harus bisa memerankan tiga hal sekaligus yaitu medium of
exchange, unit of account dan store of value. Rupiah, Dollar, Euro dlsb,
tidak bisa memerankan ketiga fungsi tersebut karena nilainya terus
menyusut. Sesuatu yang menyusut tidak bisa menjadi unit of account,
apalagi store of value. Jadi apa yang bisa berperan menjadi uang yang
sesungguhnya ?
Bahkan
sebagai medium of exchange-pun currency manapun perlu terus diwaspadai
karena selalu ada resiko sewaktu-waktu nilainya berubah total, dan ini
bisa saja terjadi secara global atau yang dikenal sebagai global
currency reset.
Dalam
sejarah uang misalnya, berapa lama sih usia Rupiah, Dollar, Deutsche
Mark-nya Jerman ? Rupiah keberadaannya kurang lebih seusia republic ini,
itupun Rupiah tahun 50-60-an jelas sangat berbeda dengan Rupiah
sekarang – karena tahun 1965-1966 rupiah di-reset nilainya dengan
menghilangkan tiga angka nol atau saat itu dikenal dengan sanering.
Negeri
adidaya teknologi seperti Jerman-pun uangnya terus berubah sejak Perang
Dunia 1, Weimer Republic dan Perang Dunia II. Dan uang kebanggaan
mereka Deutsche Mark-pun akhirnya berakhir dengan berlakunya Euro
sekitar 15 tahun lalu.
Dollar
yang perkasa hingga kini keberadaannya baru sekitar seratus tahun dan
daya belinya-pun terus berubah. Dollar sekarang jelas berbeda dengan
Dollar sebelum 1971 ketika Dollar mulai dilepas dari ikatannya terhadap
emas.
Walhasil
uang yang kita kenal adalah currency – yang hanya berlaku selama
periode tertentu – dan sewaktu-waktu bisa mengalami perubahan, baik yang
sifatnya gradual melalui inflasi, maupun yang sifatnya mendadak seperti
devaluasi, sanering atau yang lagi ramai dibicarakan secara global
sekarang adalah apa yang disebut global currency reset – yaitu resiko
dadakan bila sejumlah negara tiba-tiba harus menurunkan atau mengubah
daya beli uangnya.
Apa
resiko yang bisa menimpa kita bila ini terjadi ? Di negeri ini
setidaknya kita sudah pernah mengalaminya dua kali. Yaitu ketika terjadi
sanering 1965/1966 dan ketika daya beli uang kita turun tinggal ¼-nya
terhadap Dollar dan mata uang kuta lainnya pada krisis moneter
1997/1998.
Pengalaman
ini menunjukkan bahwa resiko currency reset secara global memang ada,
dan resikonya bahkan lebih besar dari resiko gempa bumi baik dari sisi
severity maupun dari sisi frequency-nya.
Di
ilmu saya yang lama – ketika saya membuat produk asuransi gempa bumi –
misalnya. Produk ini sangat laris dan hampir semua gedung bertingkat di
Jakarta dan kota-kota besar pasti membelinya. Bisa karena kesadaran
sendiri, atau karena diharuskan oleh bank yang membiayai gedung-gedung
tersebut – yang semuanya takut akan resiko gempa bumi.
Bagaimana
industri asuransi menyiapkan proteksi-nya agar bila terjadi sesuatu
yang sangat besar mereka tetap bisa membayarnya ? Mereka bekerjasama
dengan berbagai industri asuransi dan reasuransi dalam dan luar negeri
untuk menyediakan proteksi dengan nilai yang diperkirakan cukup. Berapa
nilai yang dianggap cukup itu ?
Mereka
membuat skenario berdasarkan frequency – kemungkinan terjadinya suatu
resiko, dan berdasarkan severity – tingkat kerusakan bila resiko itu
bener-bener terjadi. Frequency yang diambil biasanya atas gempa bumi
dalam siklus tertentu seperti siklus 100 tahunan dst. Sedangkan
severity, biasanya diambil dalam persentase kerusakan tertentu misalnya
15 % -30 %.
Semakin
tinggi frequency (semakin dekat dari satu kejadian ke kejadian lainnya)
dan semakin tinggi severity – akan melonjakkan biaya asuransi atau yang
dikenal sebagai premi.
Nah
sekarang dengan teori resiko tersebut, bagaimana kalau kita terapkan
terhadap resiko yang kita hadapi berupa currency reset, devaluasi,
sanering atau apapun namanya ? Dalam 50 tahun terakhir kita mengalami
dua kali kejadian yaitu sanering 1965/1966 dan krismon 1997/1998.
Artinya frequency rata-rata kita sekitar 25 tahun-an atau jauh lebih cepat dari frequency gempa bumi yang digunakan dasar perhitungan di industri asuransi !
Dari
sisi severity, tidak terhitung kerugian kita ketika uang Rp 1,000 kita
menjadi uang Rp 1,- seperti tahun 1965/1966. Yang lebih mudah dihitung
adalah ketika property gedung-gedung di Jakarta dan di Indonesia pada
umumnya, nilainya dalam Dollar turun menjadi sekitar ¼-nya pada tahun
1997/1998. Artinya kerugian dalam Dollar yang dialami para pemilik
gedung tersebut adalah 75% saat itu ! lagi-lagi jauh lebih tinggi dari
PML (Possible Maximum Loss)-nya gempa bumi dasyat yang diperkirakan di
kisaran 15% - 30 % tingkat kerusakan !
Gedung-gedung
tersebut memang akhirnya masih exist tegak berdiri, tetapi pemilik
gedung atau pemilik usahanya bahkan telah begitu banyak yang pindah ke
tangan-tangan asing yang uangnya tidak ter-devaluasi seperti yang kita
alami tahun 1997/1998.
Para
pemilik gedung atau bangunan bisa membeli produk asuransi untuk
memproteksi resiko gempa bumi. Tetapi apakah mereka bisa memproteksi
terhadap resiko yang lebih dasyat dari gempa bumi tersebut ?
Ternyata
mayoritas kita tidak aware masalah resiko yang sangat besar berupa
potensi hilangnya daya beli kita sewaktu-waktu ini. Padahal bila
mengambil frequency resiko kita yang berulang di kisaran angka 25 tahun
tersebut, kini kita sudah berjalan mendekati 20 tahun sejak 1997 - artinya resiko besar itu bisa saja mengancam kita dalam kisaran lima tahun lagi !
So
what ? what we can do ? beli asuransi ? – tidak ada yang mampu
menyediakan proteksi untuk currency risk ini. Tetapi Alhamdulillah kita
diberi solusi olehNya langsung.
“Emas
dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, beras gandum
dengan beras gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, jumlah
(takaran atau timbangan) harus sama dan dari tangan ke tangan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau mempertukarkannya sesukamu, sejauh dilakukan dari tangan ke tangan (tunai)” (HR. Muslim)
Jadi kita tidak perlu membeli asuransi untuk menghadapi currency risk yang lebih dasyat dari gempa bumi, ayat dan hadits tersebut di atas adalah solusinya. Solusi itu ada di Dinar emas, Dirham perak, bahan pangan kita, bibit-bibit tanaman kita dan segala kebutuhan kita lainnya yang memang membawa nilai intrinsic-nya masing-masing – true value yang tidak akan terpengaruh oleh nilai currency.
Jadi kita tidak perlu membeli asuransi untuk menghadapi currency risk yang lebih dasyat dari gempa bumi, ayat dan hadits tersebut di atas adalah solusinya. Solusi itu ada di Dinar emas, Dirham perak, bahan pangan kita, bibit-bibit tanaman kita dan segala kebutuhan kita lainnya yang memang membawa nilai intrinsic-nya masing-masing – true value yang tidak akan terpengaruh oleh nilai currency.
Dan
ini juga terbukti di jaman ini, ketika terjadi krisis financial hebat
di Argentina tahun 2001 masyarakatnya mengembangkan kearifan lokal
dengan menanam apa saja di halaman rumahnya. Hasilnya kemudian bisa
di-barter dengan kebutuhan lain dengan masyarakat lainnya. Ketika tahun
2014 krisis yang sama berulang di negeri tersebut, masyarakat sudah
pengalaman dalam mensikapinya.
Apakah
kita siap bila krisis yang sama tahun 1997/1998 berulang di kita ?
Dengan membaca tulisan inipun dan kemudian menindak lanjutinya dengan
langkah konkrit di sini dan saat ini juga, maka insyaAllah kita juga
siap !