Artikel diambil dari www.detik.com
Ramdhania El Hida - detikFinance
Dolar AS memang tidak pernah dikukuhkan sebagai mata uang global. Namun secara de facto dolar AS kini masih merupakan mata uang global yang digunakan dalam setiap transaksi antar negara.
Sejalan dengan perkembangan ekonomi, negara-negara di dunia pun kini mulai mencari mata uang alternatif. Tak terkecuali Indonesia, yang sudah mulai menerapkan mata uang alternatif melalui swap bilateral dengan China dan Jepang.
"Penggunaan dolar AS belum akan ada alternatifnya langsung, tapi semua negara tahu penggunaan mata uang dolar AS ini merupakan mata uang global secara de facto. Memang orang melihat diperlukan keseimbangan mata uang global lainnya, tapi proses ini kan dilakukan secara bertahap," ujar Menkeu Sri Mulyani dikantornya, Jakarta, Rabu (7/10/2009).
"China dan Jepang, Arab yang mempunyai cukup banyak ekspor memang mulai mencari alternatif currency. Indonesia pun juga sebenarnya untuk kawasan Asia dengan adanya bilateral swap US$ 15 miliar antara kita dengan China, Jepang itu adalah alternatif transaksi yang tidak menggunakan dolar," imbuhnya.
Atas alasan tersebut, negara-negara Arab pun mencari alternatif mata uang yang tidak menggunakan dolar AS sebagai basisnya seperti dengan euro atau lainnya. Sementara untuk kawasan Asia, mata uang yang dilirik untuk dijadikan basis adalah renmimbi atau yuan.
Pernyataan Sri Mulyani tersebut disampaikan terkait laporan Harian Inggris 'The Independent ' yang mengutip sebuah sumber menyatakan bahwa, negara-negara Arab kini sedang melakukan pembicaraan serius dengan Rusia, China, Jepang dan Prancis untuk mengantikan dolar AS dengan kumpulan mata uang dan emas untuk perdagangan minyak dalam 9 tahun ke depan.
The Independent dalam headline -nya menuliskan sebuah laporan khusus dengan judul "Matinya dolar". Dalam laporan tersebut dituliskan, negara-negara Arab akan menggunakan 'basket of currencies ' yang berisi kombinasi mata uang yuan, euro, emas dan beberapa mata uang lain untuk melakukan transaksi minyak.
Kabar pertemuan itu sendiri akhirnya dibantah oleh sejumlah pihak seperti Qatar, Kuwait, Rusia dan Prancis. Kementerian ekonomi Prancis menyatakan, laporan The Independent itu murni spekulasi.
"Laporan itu murni spekulasi, tidak ada dasar dibalik rumor itu," tegasnya seperti dikutip dari AFP.
(nia/qom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar