Written by Muhaimin Iqbal
Monday, 29 December 2008 07:23
Ada hadits shahih yang diriwayatkan oleh Tirmidzi yang berbunyi :
"Barang siapa yang akhirat menjadi harapannya, Allah akan menjadikan rasa cukup didalam hatinya serta mempersatukan (mempermudah –pentj.) urusannya, dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan patuh dan hina. Tetapi siapa yang dunia menjadi harapannya, Allah akan menjadikan kefakiran berada didepan matanya serta mencerai beraikan urusannya, dan dunia tidak akan datang kepadanya kecuali sekadar apa yang telah ditetapkan baginya".
Hadits ini bisa menjadi inspirasi yang efektif dalam muhasabah diri kita pada akhir tahun 1429 H yang hampir bersamaan dengan akhir tahun 2008 ini.
Hanya diri kita yang tahu, pada saat ini kita termasuk golongan yang mana dari dua kelompok manusia yang disebut dalam hadits tersebut diatas. Apakah kelompok yang sudah menjadikan akhirat sebagai tujuan kita, atau masih berada dalam kelompok yang mengejar dunia.
Checklist sederhana berikut dapat menjadi peta untuk mengetahui dimana diri kita berada saat ini :
1. Apakah hati kita sudah merasa berkecukupan dengan segala yang ada, meskipun tidak berarti kita harus ‘kaya’ ?
2. Apakah segala urusan-urusan kita terasa mudah atau dimudahkanNya ?
3. Apakah ‘dunia’ mendatangi kita dengan patuh dan hina ?
Beruntunglah kita kalau dengan mantab kita bisa menjawab Ya untuk ketiga pertanyaan tersebut diatas, artinya bisa jadi kita sudah termasuk orang golongan pertama – yaitu yang menjadikan akhirat tujuannya.
Sebaliknya bila ada jawaban kita yang “Tidak”, maka sangat bisa jadi kita masih termasuk orang-orang di golongan kedua yaitu yang menjadikan dunia harapan kita. Kenyataan segala permasalahan umat ini yang nampaknya serba sulit mengindikasikan bahwa mayoritas kita masih dalam kelompok yang kedua ini.
Ironinya, ketika kita menjadikan ‘dunia’ sebagai harapan kita justru kefakiran yang ada di depan mata kita (meskipun bisa jadi kita ‘kaya’). Segala urusan menjadi rumit, hal-hal kecil menjadi masyalah besar, umat bercerai berai karenannya. Dunia yang kita kejar dengan susah payahpun, tidak kita dapatkan kecuali apa yang sudah ditentukanNya.
Dunia ternyata bukan untuk orang-orang yang mengejarnya; Dunia hanya menjadi ‘bonus’ bagi orang-orang yang menjadikan akhirat tujuan hidupnya.
Selain di hadits shahih tersebut di atas, rupanya Allah juga menjanjikan langsung hal ini yang antara lain dapat kita temukan di beberapa ayat berikut :
“Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir. Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik”. (QS 17 : 18-19)
“Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam surga Adn. Itulah keberuntungan yang besar. Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.” (QS 61 : 12-13)
Dalam sejarah Islam kita juga dapat belajar bahwa kejayaan umat ini terjadi pada saat pemimpin dan rakyat yang dipimpin sama-sama berorientasi akhrat. Saat itulah kekhalifahan Islam pernah terbentang dari sebagian Eropa, Afrika sampai bagian timur Nusantara.
Kini sebaliknya, setelah umat muslim dunia tercerai berai dengan negara-negara bangsa, umat-pun (di Indonesia misalnya) terpecah kembali ke kelompok-kelompok lebih kecil dengan apa yang menamakan dirinya partai-partai.
Bahkan musibah berikutnya terus terjadi karena di dalam partai-partaipun kini mereka tercerai berikan oleh demokrasi – suara terbanyak; temen-temen saya yang tadinya berjuang dalam satu partai di daerah pemilihan tertentu – kini mereka saling berebut dukungan dari para kader yang sama – karena yang akan menentukan siapa yang mendapatkan kursi pemilu yang akan datang adalah yang memperoleh suara terbanyak diantara mereka.
Tahun 1430 H yang bertepatan dengan tahun 2009 berpeluang menjadi tahun musibah; karena selain krisis finansial yang diduga masih akan memburuk; di Indonesia 2009/1430 H akan ada dua Pemilu Legislative dan Pemilu Eksekutif; musibah perpecahan umat umumnya terjadi dalam pemilu-pemilu tersebut.
Namun kalau kita bisa benar berhijrah saat ini, kita tidak perlu mengejar kursi dan kekayaan yang menyertainya– kursi/kekayaan apapun namanya – insyaallah musibah bisa dihindari. Sederhana, kita berpegang pada Ayat dan hadits tersebut diatas yang sudah seharusnya menjadi tuntunan kita.
Selamat tahun baru 1430 H/ 2009 untuk kita semua; semoga ditahun mendatang kita bisa bener-bener berhijrah dari ‘hanya mengharapkan dunia’ menjadi ‘hanya mengharapkan akhirat’ dari ‘kemiskinan’ menuju ‘segala kecukupan’; dari ‘kesulitan’ menuju ‘segala kemudahan’ , dari ‘umat yang tercerai berai’ menjadi ‘umat yang satu’ dan dari ‘mengejar dunia menjadi dikejar dunia’. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar